Perbankan

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sunting Published 2 Maret 2012 by muhammadredja

Pengertian

1.    BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa­makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

2.    Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3.    Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Asas BPR

 

Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberal­ism, etatisme, dan monopoli).

Fungsi BPR

Penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Tujuan BPR

 

Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sasaran BPR

Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pega­wai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesem­patan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

Usaha BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah:

1.   Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2.   Memberikan kredit.

3.   Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

4.   Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah:

1.   Menerima simpanan berupa giro.

2.   Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

3.   Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.

4.   Melakukan usaha perasuransian.

5.   Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR

 

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:

  1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke­lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

3.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Perijinan BPR

 

1    Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.

2.   Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

3.   Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.

4.   Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

5.   Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

6.   BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas).

Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kepemilikan BPR

1.   BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.

2.   BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

3.   BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

4.   Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

5.   Merger dan konsolidasi antaraBPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo­nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

Pembinaan dan Pengawasan BPR

 

Fungsi Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank pada umumnya. (baca UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Bab V Pembinaan dan Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37).

Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :

1.   pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat.

2.   membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.

3.   penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :

1.   organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang dite-tapkan.

2.   kekurangan tenaga trampil dan profesional.

3.   mengalami kesulitan likuiditas.

4.   belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU).

Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI

 

1.   BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedu­dukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit keciluntuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2.   KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.

3.   BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

4.   BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.


Masalah yang dihadapi BPR

 

1.   Apakah Bank Desa atau Bank Kredit Desa dalam satu kecamatan harus merger, apakah Bank Kredit Desa mampu menyesuaikan permodalannya menjadi Rp50 juta, siapakah yang akan mengelolanya?

2.   Apakah ada penampungan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam kategori BPR dan apakah mampu lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR menyesuaikan permodalannya menjadi Rp50 juta?

3.   Kesulitan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR dan tidak menjalan-kan fungsinya sebagai BPR, serta tidak mampu menjadi bank umum apabila harus menciutkan usahanya dan pindah ke kota lain.

4.   Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu terganggunya pangsa pasar dan kemungkinan timbulnya pengangguran karyawan.

5.   Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu dengan adanya BPR milik pemerintah daerah.

6.   Adanya pendatang BPR akan menambah persaingan menjadi semakin ketat.

BPR sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau Bank Pasar. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu BANK UMUM dan BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah.

 

Rentabilitas
Rentabilitas suatu perusahaan menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva / modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Bambang Riyanto, 2001:35). Rentabilitas menurut Munawir (2001:86), adalah rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modal-modal yang digunakan untuk operasi tersebut. Atau ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.Sedangkan menurut Wasis (1989:97) dalam bukunya “Pembelanjaan Perusahaan” rentabilitas mempunyai sinonim dengan rate of retum, eaming power, dan profitability.Yang dimaksud rentabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Kalau laba atau profit adalah jumlahnya, maka rentabilitas adalah kemampuan untuk memperoleh jumlah tersebut. Kemampuan itu antara lain disebabkan oleh tersedianya kemudahan dalam bentuk modal kerja yang ditanamkan. Rentabilitas dalam hal ini bukan semata-mata kemampuan saja, tetapi kemampuan yang dikaitkan dengan modal yang digunakan.Oleh karena itu rentabilitas juga merupakan perbandingan, yaitu perbandingan antara laba tersebut.Rentabilitas menunjukan angka nisbi yang dipergunakan sebagai petunjuk atau indikator keberhasilan perusahaan.Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas lebih penting dari masalah laba, karena laba yang besar belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain menghitung rentabilitasnya. Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh perusahaan ialah tidak hanya bagaimana usaha untuk mempertinggi rentabilitasnya.
Tujuan Penggunaan Rentabilitas
Tujuan penggunaan rentabilitas menurut Harnanto (1991: 351) adalah sebagai criteria penilaian hasil operasi merupakan tujuan pokok dan dapat dipakai sebagai :

1. Suatu indikator tentang efektivitas manajemen. Rentabilitas sebagai indikator tentang efektivitas manajemen karena rentabilitas mampu menggambarkan kemampuan perusahaan (PD BPR BKK) untuk mendapatkan laba dengan membandingkan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa rentabilitas adalah manifestasi dari efektivitas dan kualitas manajemen.
2. Suatu alat membuat proyeksi laba perusahaan. Rentabilitas sebagai alat membuat proyeksi laba perusahaan karena rentabilitas mampu menggambarkan korelasi atau hubungan antara laba dengan modal yang digunakan untukmenghasilan laba tersebut.Oleh karena itu manajer dapat
menganalisa dan merencanakan laba pada berbagai tingkat.

Pengendalian Intern Kredit

Pengertian Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari sering didengar adanya istilah kredit, yang diartikan penundaan pembayaran oleh pihak yang menerima barang atau uang kepada pihak yang memberikannya dengan perjanjian tertentu. Istilah kredit sebenarnya berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan atau “credo” yang artinya saya percaya. Bila seseorang memperoleh kredit, berarti dia telah memperoleh kepercayaan. Kegiatan orang perorang atau badan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara pinjam meminjam dinamakan Kredit.
Transaksi kredit timbul karena suatu pihak meminjam sejumlah uang atau sesuatu yang dipersamakan dengan itu, di mana pihak peminjam wajib melunasi kredit/ hutangnya pada waktu yang telah ditentukan.Disamping itu kredit pun timbul sebagai akibat adanya transaksi jual beli, dimana pembayarannya ditangguhkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Pengertian kredit menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992 : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara suatu perusahaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”
Pengertian kredit menurut Eric L. Kohler (1964;154) : “Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati”. Pengertian kredit menurut Teguh Pudjo Muljono (1989;45) : “Kredit adalah suatu penyertaan uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan”.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa transaksi kredit timbul sebagai akibat suatu pihak meminjam kepada pihak lain, baik itu berupa uang, barang dan sebagainya yang dapat menimbulkan tagihan bagi kreditur. Hal lain yang dapat menimbulkan transaksi kredit yaitu berupa kegiatan jual beli dimana pembayarannya akan ditangguhkan dalam suatu jangka waktu tertentu baik sebagian maupun seluruhnya. Kegiatan transaksi kredit tersebut diatas akan mendatangkan piutang atau tagihan bagi kreditur serta mendatangkan kewajiban untuk membayar bagi debitur.

Pengertian pengendalian intern kredit
Pengendalian intern kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet.Lancar dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak.Pengendalian intern kredit penting, karena jika kredit macet berarti kerugian bagi bank bersangkutan.Oleh karena itu, penyaluran kredit harus didasarkan pada prisip kehati-hatian dan dengan system pengendalian intern kredit yang baik dan benar.

Pentingnya pengendalian intern kredit

Kredit memberikan dampak adanya penangguhan penerimaan uang, baru pada saat jatuh temponya terjadi aliran kas masuk. Penangguhan penerimaan uang tersebut akan memberikan pengaruh yang kurang baik, apabila pemberian kredit yang dilakukan terlalu besar akan terjadi penimbunan modal kerja dalam aktiva lancar kredit yang diberikan. Pengendalian intern kredit mutlak harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan piutang (kredit) yang baik yaitu dalam bentuk kebijaksanaan kredit yang mengandung unsur pengendalian intern piutang, agar dana yang terdapat dari para debitur dapat tertagih tepat pada waktunya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Tujuan pengendalian intern kredit

Tujuan pengendalian intern kredit bagi bank, dalam hal ini adalah untuk:

1.Menjaga agar kredit yang disalurkan tetap aman.

2.Mengetahui apakah kredit yang disalurkan itu lancer atau tidak.

3. Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit bermasalah.
4. Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih perlu disempurnakan.
5. Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali.

6. Mengetahui posisi persentase collectibility credit yang disalurkan bank

7. Meningkatkan moral dan tanggungjawab karyawan analisis kredit bank
Analisis Permohonan Kredit

Analisis permohonan kredit terkait dengan calon debitur, langkah yang dilakukan bank sampai dengan menganalisis permohonan kredit.

1. Permohonan Kredit

Tahap pertama dalam pemberian kredit adalah pengajuan permohonan kredit oleh calon debitur.Permohonan ini bisa diajukan secara tertulis tetapi dalam prakteknya lebih banyak dilakukan secara lisan.
2. Pengumpulan data dan pengamatan jaminan.

Apabila permohonan kredit dinilai layak, maka pihak bank akan melakukan pengumpulan data lapangan baik menyangkut data pribadi maupun reputasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
bisnis calon debitur.

3. Analisis kredit

Tahap yang paling menentukan dalam analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit adalah. penentuan layak atau tidak permohonan kredit calon debitur. Disini pihak bank dituntut obyektif dan konsisten atas hasil analisis dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelayakan kredit.
Prinsip analisis kredit dalam dunia perbankan dikenal dengan konsep 5C, yaitu:

1. Character (Watak)

Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayar kewajibannya.
2. Capacity (Kemampuan)

Kemampuan calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu meminpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai
dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri.

3. Capital (Modal)

Modal dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur.

4. Condition (Kondisi)

Analisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regiona1, nasional maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi.

5. Collateral (Jaminan)

Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang diberikan sebagai pengaman kredit yang diberikan bank. Penilaian tersebut meliputi kecenderungan nilai jaminan dimasa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai (Marketability). Selain konsep atau prinsip 5C tersebut diatas, dalam prakteknya bank juga seringkali menerapkan dasar penilaian lain yang sering disebut dengan prinsip 5P yaitu :

1. Personality

Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya, hobi, keadaan keluarga, sosial standing, serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian sipeminjam.
2. Purpose

Bank mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit.

3. Prospect

Bank mencari data tentang harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam.
4. Payment

Bank mencari data tentang bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan.
5. Party

Party (golongan) dari calon-calon peminjam bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa golongan menurut caracter, capacity dan capital. Penggolongan ini akan memberi arah analisis bank bagaimana ia harus bersikap.
Selain konsep atau prinsip 5C dan 5P bank juga menerapkan dasar penilaian lain yang sering disebut dengan prinsip 3R yaitu :
1. Return

Yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan calon peminjam setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup untuk menutup hasil pinjaman serta sekaligus
memungkinkan pula usahanya untuk berkembang terus.
2. Repayment

Sebagai kelanjutan dari return diatas, yang kemudian diperhitungkan kemampuan, jadwal serta jangka waktu pengembalian kembali kredit.
3. Risk Bearing Activity

Yaitu sejauh mana ketahanan suatu perusahaan calon peminjam untuk menanggung resiko kegagalan andaikata terjadi suatu hal dikemudian hari yang tidak diinginkan.

Kolektibilitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan kategori tertentu guna memantau kelancaran pembayaran kembali (angsuran) oleh debitur. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31 / 147 / Kep / DIR Tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif pasal 6 ayat 1, membagi tingkat kolektibilitas kredit menjadi :
1. Kredit lancar

Kredit lancar yaitu kredit yang perjalanannya lancar atau memuaskan, artinya segala kewajiban (bunga atau angsuran utang pokok diselesaikan oleh nasabah secara baik).

2. Kredit dalam perhatian khusus

Kredit dalam perhatian khusus yaitu kredit yang selama 1-2 bulan mutasinya mulai tidak lancar, debitur mulai menunggak.
3. Kredit tidak lancar

Kredit tidak lancar yaitu kredit yang selama 3 atau 6 bulan mutasinya tidak lancar, pembayaran bunga atau utang pokoknya tidak baik. Usaha-usaha approach telah dilakukan tapi hasilnya tetap kurang baik.
4. Kredit diragukan

Kredit diragukan yaitu kredit yang telah tidak lancar dan telah pada jatuh temponya belum dapat juga diselesaikan oleh debitur yang bersangkutan.
5. Kredit macet

Kredit macet sebagai kelanjutan dari usaha penyelesaian atau pengaktivan kembali kredit yang tidak lancar dan usaha itu tidak berhasil, barulah kredit tersebut dikategorikan kedalam kredit macet.

Sejak kapan BPR dikenal masyarakat?

BPR sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau Bank Pasar.

Apakah BPR merupakan lembaga perbankan

resmi?

BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun

1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998.

Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bawah ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR.

Apa fungsi BPR?

Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah.

Apa jenis layanan yang diberikan BPR?

• Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk

lain yang dipersamakan dengan itu.

• Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, maupun Kredit Konsumsi.

Apakah BPR dapat membuka kantor cabang?

Melalui Peraturan Bank Indonesia, BPR diberi kesempatan untuk mempercepat pengembangan

jaringan kantor dengan membuka Kantor Cabang dan Kantor Kas, sehingga ini akan semakin

memperluas jangkauan BPR dalam menyediakan layanan keuangan kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah.

Amankah menyimpan uang di BPR?

Menyimpan uang di BPR aman, karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku, sehingga tidak ada salahnya jika kita menabung dan atau mendepositokan uang di BPR.

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.

Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersialswasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.

Sejarah

Suatu bentuk awal ekonomipasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai “kapitalisme Islam”, telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12.[3] Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uangdinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.

Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.[2] Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan danajamaahhaji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.[4]

Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan.[5] Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.[6] Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist.[7] Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.Analisis Perusahaan IndukCIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.

Prinsip perbankan syariah

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:[4]

  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
  2. Bunga (ربا riba),
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:[4]

Bank Islam

  • Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
  • Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
  • Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
  • Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional

  • Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
  • Memakai perangkat suku bunga
  • Berorientasi keuntungan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk krediturdebitur
  • Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis

Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam.Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :

1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya.Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya.Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba).Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini.Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya.Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya.Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah.Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya.Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)

4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang.DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.


Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan

Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan.Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah. (Kusuma Asda Sandra)

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

1.Bidang Investasi

Bank Syariah berinvestasi pada usaha yanghalal.

Bank Konvensional bebas nilai

2.Prinsip dalam pengelolaan dana

Bank syariah menggunakan prinsip syariah.Prinsip tersebut melarang bank syariah mengenakan bunga kepada nasabah.Yang ada hanyalah bagi hasil.

Bank konvensional menghalalkan bunga bank

3.Besaran bagi hasil

Dalam Bank Syariah besaran bagi hasilberubah-ubah sesuai kinerja bank. Bilabank mengalami kauntungan, maka besaranbagi hasil akan bertambah.

Dalam Bank Konvensional besarnya bungaadalah tetap. Meski bank mengalamikeuntungan, besarnya bunga tidakbertambah

4.Dewan pengawas

Dalam Bank Syariah ada keharusan untukmemiliki

Dewan Pengawas Syariah (DPS)dalam struktur organisasinya.

Dalam Bank Konvensional, tidak adalembaga yang sejenis

5.Tujuan

Tujuan Bank Syariah, adalahprofit dan falahoriented. Artinya bank syariah tidak semata-matamencari profit tetapi juga berusaha meraihkemenangan baik di dunia maupun di akhirat.Kemenangan di dunia artinya keberhasilanmenunjukan bahwa bank syariah adalah system perbankan yang terbaik, sedangkan kemenangan diakhirat berupa pahala dan kebaikan di sisi Allah.

Tujuan Bank Konvensional adalahprofit oriented yaitu mencari keuntungan

Contoh-Contoh Bank Syariah dan BankKonvensional

Bank Syariah

Contoh ²contoh bank syariah :

Bank Syariah Mandiri

Bank Muamalat

Ada juga beberapa bank konvensional yangmembuka unit syariah, antara lain:

Bank Negara Indonesia (BNI)

Bank Bukopin

Bank Danamon

Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Bank Internasional Indonesia (BII)

Bank KonvensionalAntara lain :

Bank Negara Indonesia (BNI)

Bank Bukopin

BankDanamon

Bank Rakyat Indonesia (BRI)

BankCentral Asia (BCA)

Sejarah BPR
DARI KEMERDEKAAN HINGGA PAKTO 1988Setelah perang kemerdekaan, pemerintah mendorong pendirian bank-bank pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan di lingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar.Bank-bank pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi BPR.Bank-bank yang didirikan antara 1950 – 1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas (PT), CV, Koperasi, Maskapai Andil Indonesia (MAI), Yayasan, dan perkumpulan.Pada masa tersebut, berdiri beberapa lembaga keuangan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah seperti Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. Pada Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan, yang dikenal sebagai Pakto 88 yang antara lain memberi kemudahan bagi pendirian BPR. Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur.

PASCA-PAKTO 1988Sebagai kelanjutan Pakto 1988, pemerintah mengeluarkan beberapa paket ketentuan di bidang Perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan Undang Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang-Undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang ini secara tegas dikemukakan bahwa jenis bank di Indonesia, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.

BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:

a) menerima simpanan berupa giro,

b) mengikuti kliring,

c) melakukan kegiatan valuta asing,

d) melakukan kegiatan perasuransian.

Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.

a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.

b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.

c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.

b . Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

1 ) Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula.Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.

2 ) Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

3 ) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

c . Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1 ) Bank Konvensional

Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.

Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.

Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.

Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar.Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi.Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.

2 ) Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.

Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan.Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya.Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis.Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.

Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah.Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR

Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.

Tinggalkan komentar