Reformasi Administrasi

Reformasi administrasi

 

Kegiatan proses an struktur administrasi sector public pada dunia modern sekarang ini senantiasa menunjukkan perubahan seiring pembuat keputusan terus mencari pemecahan atas masalah, mmpperbaiki po;a yang telah ada dan menghadapi tantangan baru. Menurut Prof. Dr. EkoPrasojo perkembangan administrasi public terbagi ke dalam tiga periodesasi, yaitu : administrasi public modern klasik, progressive-era Public Administration (PPA) dan New Public Management (NPM). Model klasik yaitu periode 1818-1860 melihat administrasi public sebagai perangkat lembaga Negara, proses, prosedur, system dan struktur organisasi yang melayani urusan birokrasi. Model klasik ini dianggap tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat dengan Negara karena hanya berfokus pada proses dan prosedur. Selanjutnya pada 1880-an -1920-an, PPA menawarkan perbaikan administrasi public yaitu dengan meningkatkan profesionalisme pelayanan public melalui jaminan seleksi dan promosi dalam birokrasi. Berikutnya pada tahun 1980-an NPM mereformansi paradigm administrasi public yang dipandang sebagai paradigma tradisional dengan paradigma baru yang lebih berorientasi pasar.

Birokrasi menurut Shafritz dan Ott (1996) adalah suatu bentuk organisasi terbaik yang menjanjikan konsistensi, kesinambunan, prediktabilitas, kehati-hatian, kinerja terbaik untuk kegiatan rutin, keadilan, rasionalisme, dan profesionalisme. Pada intinya birokrasi adalah organisasi yang terbaik untuk meminimisasi potensi pengaruh politik dan pengaruh individu pada keputusan organisasi.

 

Latar belakang reformasi administrasi

 

Perubahan administrasi yang menggambarkan perbaikan dalam praktik administrasi, organisasi, prosedur, dan proses. Artinya setiap perubahan prosedur dapat dikategorikan sebagai reformasi administrasi. Menurut Butcher (2003) setidaknya ada empat factor yang mendorong adanya reformasi administrasi public pada Negara-negara demokratis, yaitu :

  1. Saat bangkit dari resesi ekonomi global yang menyusul krisis minyak di tahun 1970-an dunia barat menghadapi tekanan keuangan.
  2. Munculkan terhadap lembaga-lembaga public untuk membuat pelayanan public yang lebih tanggap terhadap klien.
  3. Meningkatnya kesadaran akan potensi teknologi informasi dalam membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan public
  4. Perubahan diperlukan untuk meningkatkan kontrol politik terhadap birokrasi pemerintah pusat.

Dengan demikian maka perubahan yang terjadi dalam suatu Negara akan berdampak terhadap kebijakn serta keputusan yang diambil dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, bersih serta masyarakat yang sejahtera. Reformasi administrasi dipandang sebagai sebuah proses umum yang menembus semua tahap mulai dari administrasi dimana mengandung arti sebuah kapasitas yang penting dan dibutuhkan untuk memperkenalkan adanyan kreativitas ke dalam unit-unit administrasi pada tingkat apapun untuk mencapai tujuan pembangunan Negara. Reformasi administrasi didefinisikan sebagai sebuah upaya untuk mempergunakan ide-ide baru dan kombinasi dari ide-ide untuk system administrasi dengan sebuah kesadaran pandangan untuk meningkatkan system dan bertujuan positif dari pembangunan nasional. Intinya reformasi administrasi adalah menggunakan dan mengadvokasi ide-ide baru dan kombinasi dari ide-ide pada program-program pemerintah, organisasi serta proses yang berlangsung di dalamnya.

Reformasi administrasi public sebagai salah satu bidang kajian adminstrasi yang selalu menatik untuk dikritisi. Secara teoritis, lahirnya gejala ini sebagai akibat logis dari adanya kecendrugan pergeseran perkembangan ilmu administrasi public. Secara empiris, gejala perkembangan masyarakat sebagai akibat dari adanya globalisasi, memaksa semua pihak, terutama birokrasi pemerintah melakukan revisi, perbaikan, dan mencari alternative baru tentang system administrasi yang lebih cocok dengan perkekmbangan masyarakat dan perkembangan zaman.

Begitu juga dengan adanya kebijakan otonomi daerah, yang otomatis masing-masing daerah harus pandai-pandai mencari setiap potensi dan peluang yang terdapat di daerahnya. Meskipun istilah ‘daya saing daerah’seringkali dugunakan dalam konteks ekonomi dan diartkan sebagai ‘kemampuan bersaing, sehingga berkonotasi negative. Kecenderungan lebih lanjut, pengambil kebijakan yang over protective dan keengganan bekerja sama, namun reformasi administrasi juga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap para pelaku ekonomi (investor), baik dari daerah itu sendiri maupun investor nasional dalam rencana investasinya di dalam suatu daerah tertentu.

Selain itu, daya saing daerah juga lebih banyak diartikan sebagai suatu potensi yang bersifat tunggal, sehingga dengan demikian tidak ada upaya pemahaman bagaimana kompleksitas factor-faktor yang membentuk daya saing daerah tersebut. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila di dalam pembicaraan mengenai daya saing daerah, poini yang berkembang dapat menjadi sangat beragam dikarenakan masing-masing pihak, baik individu atau pun lembaga melihatnya dari perspektif atau factor yang berbeda.

 

Tinggalkan komentar